PEMBERDAYAAN WAKAF DI KABUPATEN KUDUS
(STUDI ANALISIS WAKAF TANAH RA MAFATIHUL HUDA PURWOREJO BAE KUDUS)
Pendahuluan
Sejak tahun RA Mafatihul Huda Purworejo Bae Kudus menempati lahan sendiri atas wakaf dari keluarga besar . Wakaf tersebut tidak serta dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut yang nota bene lembaga di bawah naungan Nahdlatul ‘Ulama’. Secara historis tanah dengan luas meter persegi merupakan tanah kosong yang tidak ada bangunan apapun dan pernah di jadikan lapangan bola voli. Karna bermula yang mewakafkan meng amanatkan pada organisasi Muhammadiyah, dan ternyata tidak dimanfaatkan maka ada inisiatif untuk dimintak dan dimanfaatkan sebagai gedung RA. Dengan pendekatan persuasif ternyata pihak keluarga (wakif) denngan kerelaan menerima tawaran tersebut.
Terlepas dari NU dan Muhammadiyah, dengan segala macam usaha, atas pendekatan dengan cara kekeluargaan dan atas dasar manfaat, hanya tanah kososng sekarang berdiri gedung RA dengan nama Mafatihul Huda.
Keluarga (ahli waris) secara ikhlas tidak berfikir NU atau Muhammadiyah, dengan dasar asas manfaat lahan tersebut sekarang milik lembaga pendidikan RA Mafatihul Huda di bawah naungan Maarif Kabupaten Kudus.
Maka mewakafkan (tanah atau yang lainnya) harus mempunyai nilai manfaat karna wakaf merupakan amal jariyah yang pahalanya terus mengalir selama barang yang diwakafkan dimanfaatkan demi kebaikan dan membawa kemanfaatan terhadap kehidupan manusia.
Karna berkaitan dengan tanah, maka wakaf tanah jangan serta merta berdasarkan unsur keyakinan (kepercayaan). Wakaf tanah harus disertai dengan dokumen (sertifikat tanah) atau dokumen lain demi legalitas dan mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya menghindari sengketa di kemudian hari. Hal tersebut dilakukan karna wakaf (terutama) tanah bermula dari kepemilikan seseorang, sehingga perlu adanya mutasi (pindah nama) agar tidak terjadi kesalah pahaman jika terjadi masalah, terutama yang berkaitan dengan ke absahan tanah tersebut.
Sehingga wakaf (terutama tanah) harus bisa membawa manfaat dan fungsi dalam kehidupan, karna wakaf sebagaimana di atas adalah amal jariyah yang tidak akan putus amalnya. dan wakaf jangan sampai menimbulkan permasalahan dalam kehidupan misalkan sengketa lahan, maka perlu kiranya ketika menerima wakaf seyogyanya dokumen dan legalitas tanah dilakukan dengan tujuan menjaga kebaikan bagi pengelola lahan tersebut, jangan sampai mewakafkan barang tidak memiliki unsur manfaat (mubadzir).
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home